Jilbab Polwan dan Nilai Kepatuhan dalam Perspektif Islam

Kepatuhan dalam lingkup TNI POLRI merupakan satu hal yang bernilai tinggi, dimana ia merupakan roda penggerak organisasi tersebut. Kepatuhan menjadi landasan setiap gerak langkah personelnya untuk mewujudkan tujuan organisasi, namun bagaimana halnya bila kepatuhan tidak lagi memiliki kekuatan spritual untuk dilaksanakan?
Sebagaimana kita maklumi bersama, penggunaan jilbab bagi Wanita TNI dan Polwan masih merupakan hal yang tabu, dan perjuangan Polwan untuk dapat berjilbab telah menimbulkan polemik yang luar biasa, hingga akhirnya kondisi tersebut telah memberikan dampak
negatif yang merusak nilai spiritual Polwan. Kini jilbab tidak lagi dimaknai sebagai kewajiban menjalani perintah Allah Swt terhadap muslimah, namun menjadi satu simbol kepatuhan dalam menjalani tugas kenegaraan. Menjadi konsekuensi logis bila stempel negatif pun diberikan untuk mereka yang berjilbab atau tidak melepas seragam berjilbabnya sebelum surat keputusan Kapolri mengenai aturan pemakaian jilbab diberlakukan.
Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna, maka tidak aneh bila Islam memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan lainnya dalam melihat realitas dan kebenaran, dalam hal ini adalah nilai kepatuhan. Allah Swt berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa (4) :59).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ra berkata bahwa Allah memulai ayat ini dengan seruan, dan telah berlalu penjelasannya bahwa suatu hukum yang diawali dengan seruan menunjukkan pentingnya perhatian terhadapnya. Karena fungsi seruan adalah membuat orang yang diseru untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan kepadanya. Kemudian di dalam seruan ini mengandung sifat iman, ini merupakan isyarat bahwa apa yang akan disebutkan merupakan bagian dari konsekuensi iman. Yaitu apa yang akan diserukan merupakan perintah dari konsekuensi keimanan.
Disisi lain, ayat ini pun menjelaskan secara tegas akan nilai kepatuhan dalam Islam. Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir  menyampaikan bahwa “ini semua adalah perintah untuk mentaati ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman: “Taatlah kepada Allah”, yaitu ikutilah Kitab-Nya. “Dan taatlah kepada Rasul”, yaitu peganglah Sunnahnya. “Dan ulil amri diantara kamu”, yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena tidak berlaku ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Allah”.
Seruan ini Allah sampaikan khusus kepada orang-orang beriman bahwa kepatuhan absolut hanya kepada Allah, kemudian kepada Rasulullah Saw dan selanjutnya ulil amri (pimpinan), namun Allah mempertegas kembali bahwasanya syarat berimannya seseorang bila terjadi perselisihan pendapat maka permasalahan tersebut harus diputuskan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga pemaknaannya tidak hanya berhenti pada ketaatan kepada ulil amri akan tetapi landasan kepatuhan tetap kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah sebagai Wahyu.
Lalu, apalagi yang diragukan? Kita mengetahui bersama bahwa perintah berjilbab itu ada di dalam Al-Qur’an, antara lain surat QS. Al-Azhab (33): 59, QS. Al-’Araaf (7): 26 dan QS. An-Nuur (24): 31, maka patuhi perintah Allah Swt sebagai Sang Khalik, dan kepatuhan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah akan mendapatkan imbalan dari Allah Swt, “dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.(QS. An Nisa’ (4): 69)
Namun apa akibatnya bila perselisihan yang terjadi tidak diputuskan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah atau hanya mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh ulil amri yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah? Hal ini Allah jelaskan dalam peristiwa kaum Nabi Hud As yang mendapat adzab Allah karena ketidak patuhannya kepada Nabi Hud As dan mengikuti perintah penguasa-penguasa mereka saat itu selanjutnya Allah menyelamatkan orang-orang yang patuh pada-Nya.
Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu. Dan tatkala datang adzab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama Dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari adzab yang berat. Dan Itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai Rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran).(QS. Hud (11): 57-59)
Pada saatnya ketika kita menghadapi Hari Pengadilan, kita tidak dapat menuntut dan berlindung kepada orang yang kita patuhi dulu, yang ketika di dunia kita berharap apa yang kita lakukan menjadi tanggungjawab orang memerintahkan kita untuk berlaku tidak sesuai dengan aturan Allah, kita hanya bisa berharap tidak ada dosa pada kita, tapi sesungguhnya harapan itu kosong belaka karena kita tetap menanggung akibat dari ketidak patuhan kita kepada Allah. Allah berfirman, “Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami adzab Allah (walaupun) sedikit saja? mereka menjawab: “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. sama saja bagi kita, Apakah kita mengeluh ataukah bersabar. sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.” (QS. Ibrahim (14): 21)
Sangatlah jelas apa yang disampaikan Allah Swt bila kita mau berpikir, mentadabburi Al-Qur’an demi keselamatan kita. Marilah kita saling bahu membahu dalam kebaikan dan saling nasihat menasihati agar kita terhidar dari adzab Allah.  Semoga kita selalu dalam lindungan, petunjuk dan rahmat Allah Swt. Aamiin